PENGERTIAN,
HUKUM & CONTOH KASUS TELEMATIKA
A. Pengertian Telematika
Kata TELEMATIKA berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang
merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi.
istilah telematika merujuk pada hakikat cyberspace (internet)
sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi
telekomunikasi, media dan informatika.
B. Hukum Telematika
Hukum telematika adalah hukum terhadap perkembangan konvergensi telematika yang
berwujud dalam penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi
melalui intrenet (cyberspace) maupun yang tidak terkoneksi dengan
internet.
Aspek-aspek hukum telematika:
– Aspek HAM dan Informasi
– Aspek Media
– Aspek Telekomunikasi
– Aspek Kearsipan
C. Contoh Kasus
Menghina Jogjakarta Lewat Media Sosial,
Florence Terjerat Hukum
Media Sosial kini memang tengah
digandrungi banyak kalangan, mulai dari anak kecil, anak muda hingga orang tua
pun banyak yang menggunakannya. Bila tak hati-hati, seseorang pengguna internet
bisa berurusan dengan penegak hukum. Termasuk kecerobohan yang membuat
mahasiswa S2 Universitas Gadjah Mada (UGM) Florence Sihombing terjerat kasus
hukum, akibat kicauannya di media sosial.
Ulah Florence ini bermula ketika ia tengah mengisi Bahan Bakar Minyak (BBM) di
salah satu SPBU di Yogyakarta. Ia dianggap tidak mau mengantre, saat itu ia
yang mengendarai sepeda motor masuk ke jalur mobil di bagian Pertamax 95.
Kekesalan Florence pun diungkapkan melalui akun Path miliknya dengan kalimat
memaki-maki Kota Pelajar tersebut.
“Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan
mau tinggal Jogja,” tulis Florence dalam Path @florenceje,
Kamis 28 Agustus 2014.
Makian melalui status di media sosial itu sontak menyebar di dunia maya.
Kicauan tersebut pun menuai umpatan di berbagai media sosial.
Beberapa waktu kemudian, dia pun meminta maaf atas kata-katanya. Screen
shootpermintaan maafnya itu di-posting oleh akun Twitter @swaragamafm Kamis,
28 Agustus 2014 pukul 8:36 WIB dalam bentuk attachement image.
“Florence Sihombing memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Jogja
via akun Path-nya juga. #FlashBreak.”
Walau telah meminta maaf di beberapa media sosial dan menggelar konferensi pers
melalui pengacaranya, Florence ternyata tetap diproses secara hukum. Terutama
dengan adanya gugatan dari sejumlah komunitas di Yogyakarta. Berselang 2 hari,
kalimat makian Florence Sihombing membuat dirinya berurusan hukum. Florence
ditahan setelah kasus umpatan di media sosial yang menghina Yogyakarta
dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Dari saksi, statusnya
naik menjadi tersangka. Pada Sabtu, 30 Agustus 2014 pukul 14.00 WIB dilakukan
penahanan terhadapnya. Dia akan ditahan selama 20 hari ke depan.
Juru bicara dan kuasa hukum Florence, Wibowo Malik merasa keberatan dengan
penahanan kliennya. “Tapi kami tidak akan ngomong apa-apa
dahulu sebelum surat-surat sampai menerima surat yang kami minta,” ujar Wibowo
di Mapolda DIY, Yogyakarta. Wibowo pun mempertanyakan dasar penangkapan
kliennya. Dia mengaku, belum mendapat surat perintah penangkapan kliennya. “Apa
dasarnya klien kami ditangkap kalau bukan atas dasar surat perintah penyidikan,
betul nggak,” ujar Wibowo.
Florence diancam Pasal 311 KUHP Pasal 28 Ayat 2 Tahun 2008 tentang Pencemaran
Nama Baik dengan ancaman hukuman penjara 4-6 tahun. Serta, Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan
ancaman maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar.
Sementara itu, Direktur Reskrimsus Polda DIY Kombes Pol Kokot Indarto
menjelaskan, penahanan dilakukan dengan syarat tersangka dinilai tidak
kooperatif, kecenderungan melarikan diri, dan menghilangkan barang bukti.
Menurut Kokot, selama pemeriksaan, tak ada itikad baik dari terlapor. Bahkan
yang bersangkutan tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Sampai tadi tidak mau BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Biar ada saksi kalau dia
tidak mau tanda tangan. Perlu kita saksi orang korban dan publik,” ujar Kokot.
Menurut pihak Komunitas Yogya menyatakan bahwa Florence Sihombing justru
kembali melancarkan makian di dunia maya sebelum ditangkap polisi. Florence
mengeluarkan sejumlah tweet baru. Bahkan sejumlah kicauan
terbaru itu di keluarkan Florence dengan menghina atau mengumpat Kepolisian
Yogyakarta. Hal itu dilakukan Florence di media sosial Path dan Twitter.
“Malamnya kita lihat ada tweet-an baru dari Florence. Yang intinya:
‘Kok saya dipanggil polisi. Polisi Jogja bego atau tolol gitu’,” tutur
Ryan Nugroho mewakili berbagai Komunitas Yogya di Markas Polda DIY, Kota
Yogyakarta, Sabtu, 30 Agustus 2014. Menurut Ryan, aktivitas tweet Florence
yang menghina Kota Yogyakarta sudah dilakukan sejak Februari 2014. Ryan
menilai, luapan emosi yang mengeluhkan Yogya tersebut menandakan jika Florence
berbohong jika hanya melakukan sekali tweet hinaan terhadap Yogya.
“Kalau dia ngomong yang menjelekkan Kota Yogya sejak Februari. Dia mahasiswa
hukum loh. Jadi dia sadar dan tahu sejak awal tahun melakukan postingan yang
sifatnya mengejek secara halus Yogya. Ini bohong kalau pengacaranya bilang itu
curhatan (curahan hati). Kalau curhat itu kan sekali waktu, nggak dari awal
tahun,” ujar dia.
Ryan menjelaskan ada 7 elemen yang melaporkan Florence ke Polda DIY, yakni
Songsong Buono, Gerakan Cinta Indonesia, Revelve for Humanity. Granat DIY,
Komunitas Sepeda Tua, Komunitas Reptile Owner, dan Advokat Muda DIY. Ia
menegaskan selama sebelum penahanan pihaknya menjamin tidak pernah terjadi
intimidasi ataupun teror yang dilakukan masyarakat Yogya. Baik secara langsung
maupun lewat telepon. Sementara aksi bully terhadap Florence
di media sosial dinilai Ryan sebagai hal wajar. Namun ia memastikan, 7
komunitas yang melaporkan Florence ke polisi tersebut tidak pernah meneror.
“Kalau di-bully di media sosial itu wajar. Respons. Tapi tidak ada
ancaman saya pikir. Karena kami berkoordinasi dengan berbagai elemen bahwa kita
harus menunjukkan sangat berbalik dengan apa yang dia sangkakan. Kalau disangka
orang tolol kita orang terpelajar. Dan berbudaya bahwa kita tidak melakukan
kekerasan apa pun,” ujar Ryan di Mapolda DIY, Sabtu, 30 Agustus 2014.
Ryan menjelaskan pula, saat pemeriksaan polisi sikap Florence dinilai tidak
menandakan rasa penyesalan dan tak menganggap hal itu sebagai masalah serius.
“Mukanya datar seperti nggak ada rasa penyesalan. Dia tidak
anggap ini sebagai masalah serius. Tapi itu dugaan kami ya. Sebagai manusia
boleh menduga dong. Tapi kita nggaktahu juga,” ujar dia.
Sungguh ironis. Namun, perkara hukum yang dihadapi Florence Sihombing memang
dapat menjadi pelajaran bagi siapa pun. Terutama pengguna media sosial agar
bijak saat menuliskan status ataupun komentar di dunia maya. Sebaiknya, jika
itu dapat memicu suatu kontra, janganlah dituangkan di media sosial. Karena
dalam sekejap saja, akan banyak menuai protes dari publik yang merasa tidak
setuju dengan apa yang dituliskan oleh kita.
NOTE: Dengan adanya kasus
Florence ini, semoga kita dapat berhati-hati dalam menggunakan teknologi. Dan
jangan menggunakan media sosial sebagai wadah untuk menghina atau membully
seseorang maupun sebuah instansi atau kota. Jadikan media sosial sebagai suatu
wadah untuk kita memperluas pertemanan dan memperbanyak informasi.
Sumber : https://intanandini209.wordpress.com/2014/12/21/analisa-fenomena-telematika-pengertian-hukum-contoh-kasus-telematika/